Dua mobil dan tiga sepeda motor tampak rapi terpakir berjajar di depan warung di tepi Jalan Dokter Wahidin, tepat di seberang Panti Asuhan Muhammadiyah, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, April lalu. Sinar lampu neon menerangi warung kaki lima dengan dua meja dan empat kursi panjang itu. Sepintas, suasana di dalam warung kaki lima ini tampak biasa dan sama dengan suasana warung kaki lima di Kota Pekalongan yang menyajikan menu nasi megono. Tetapi, suasana berbeda ketika tiba saat menyantap sepiring nasi megono hangat dengan lauk tempe goreng dan semangkuk garang asem sapi.
"Mau minum apa?" tanya Inung, pemilik warung kepada kami.
"Dua teh panas manis."
Inung segera meletakkan dua gelas besar berisi gula pasir dan sendok untuk mengaduk. Kami sempat kebingungan saat menerima dua gelas kosong tanpa air teh panas seperti pesanan kami.
"Air tehnya dapat dituang sendiri, ini teko tehnya. Silakan menikmati," ujar Inung menjelaskan arti gelas berisi gula dan sendok.
Sepiring nasi megono dengan sotong saus hitam dan semangkuk garang asem sapi hangat sungguh nikmat disantap kala hujan mulai membasahi Kota Pekalongan malam itu. Kawan saya memilih menyantap nasi megono dengan tempe goreng kering panas yang baru selesai digoreng dan dihidangkan di atas meja kami.
"Wah, ternyata begini ya rasa megono di warung ini. Pedas semriwing," ujar teman itu.
Rasa semriwing yang dimaksud adalah seperti rasa pedas menyejukkan saat mengulum permen rasa mint. Megono yang kami santap di Warung Berkah Bu Inung terasa sekali kekuatan rempahnya yang membuat semriwing pangkal tenggorokan kami.
Tampilan nasi megono di situ sangat sederhana. Taburan di atas nasi putih itu berwarna coklat muda kemerah–merahan, serupa dengan warna daging buah nangka muda yang telah dimasak.
"Bumbu yang dihaluskan untuk megono adalah bawang merah, bawang putih, cabai rawit, ketumbar, jintan, lengkuas, dan kemiri, lalu dicampur irisan bawang merah, cabai merah besar, daun salam, parutan kelapa muda, cacahan nangka muda, dan bunga kecombrang, lalu dikukus," kata Inung. Pantas saja rasanya semriwing.
Yang berkuah dan kering
Di warung ini kami juga mencicipi acar bumbu kuning yang juga kaya rempah. Acar terdiri dari irisan timun, kubis, wortel berbalut bumbu kunyit, bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, merica, dan cuka.
Umumnya, pengunjung warung megono Bu Inung atau dulu dikenal dengan Warung Makan Bu Hajah Luwiyah ini menyukai dua macam penyajian nasi megono, yakni megono berkuah dan megono keringan.
Untuk penyuka makanan berkuah dapat menyantap nasi megono dengan semangkok garang asem sapi atau opor ayam, otot sapi masak tauco, sotong saus hitam, maupun rendang. Menu garang asem sapi di warung ini termasuk spesial karena memakai daging iga sapi.
Garang asem pekalongan, baik rasa maupun tampilannya berbeda dibandingkan dengan garang asem umumnya. Tampilan garang asem pekalongan serupa dengan rawon, masakan khas Jawa Timur, tetapi rasa asam lebih mendominasi.
Garang asem pekalongan diolah dari cabai rawit, keluwak, cabai hijau, cabai merah besar, dan tomat hijau. Daging sapi yang dimasak dengan aneka rempah itu langsung direbus di panci, bukan dibungkus daun pisang seperti garang asem umumnya.
Menurut Inung, warung makan berusia 35 tahun yang buka mulai lepas magrib hingga sekitar pukul 22.30 itu menghabiskan dua ayam kampung, satu setengah kilogram daging iga sapi, dan dua kilogram nangka muda.
Pembeli bukan hanya warga Pekalongan, tetapi juga pelancong dari Jakarta, Semarang, dan wilayah sekitar Pekalongan, khususnya mereka yang melewati Kota Pekalongan pada malam hari.
Seperti rumah sendiri
Suasana makan seperti di rumah sendiri terasa sekali di warung makan kaki lima ini. Pengunjung leluasa menambah teh dari teko yang disediakan di atas meja, tempe dan tahu goreng panas juga selalu disajikan di atas meja sehingga pembeli dapat menyantapnya dalam keadaan hangat.
Harga makanan di warung ini juga tidak memberatkan kantong. Seporsi nasi megono dengan tempe atau tahu goreng harganya Rp 2.000–Rp 2.500. Sementara bila ditambah aneka lauk berkuah, seperti garang asem sapi dan sepotong sotong, cukup mengeluarkan Rp 4.500–Rp 5.000.
Sebenarnya, nyaris semua warung dan rumah makan di Pekalongan selalu menyediakan megono dalam daftar menu masakannya karena megono adalah masakan khas Pekalongan. Tetapi, rasa megono berbeda–beda di tiap tempat, ada yang pedas dan ada juga yang tidak pedas. Lauk–pauk yang menyertai juga berbeda–beda.
Di Warung Makan Pak Bon di Jalan H Agus Salim, Kota Pekalongan, nasi megono dapat dinikmati dengan lauk sambal goreng srimping (kerang putih pipih). Garang asem di warung ini terdiri dari daging sapi, otot, lemak, dan kikil sapi.
Bagi penggemar nasi megono dan masakan olahan kambing, Warung Makan Nasi Uwet Haji Zarkasi di Jalan Sulawesi menyediakan jeroan dan daging kambing berkuah.
Penulis : Ni Komang Arianti
Sumber : KOMPAS
saya kangen akan masakan pekalongan,.. terutama sego megono kui lho,..
BalasHapus